– Σεμιήλ –

” … sampai jumpa lagi”, ujarku pada dua orang sahabat di depan salah satu pusat perbelanjaan tempat kami makan malam bersama.

Kuayunkan langkah menuju arah yang berlawanan. Aku harus berjuang menembus keramaian di pusat perbelanjaan itu. Tak ada lagi suara yang terdengar olehku di antara keriuhan disana, selain nafasku yang sedikit terengah karena hendak bergegas pulang … setidaknya, lepas dari belenggu keriuhan itu.

“Terima kasih … “, ujarku tanpa memandang sedikit pun wajah seseorang yang menyodorkan sesuatu padaku. Beberapa langkah usai menerimanya … dengan tetap terus mengayunkan langkah, aku menoleh kebelakang … “Oh, tidak … ada beberapa orang disana. ‘Terima kasih’ tadi terlanjur tanpa makna … “

Kunaiki beberapa anak tangga menuju trotoar di tepi pagar. “Keriuhan ini hampir berakhir … “, ujarku dalam hati. Ini jalan favoritku di kota ini … jalan yang tak pernah tak ternikmati derap langkah demi langkah tiap kali menyusurinya. Entahlah … ada banyak rasa yang padu menjadi satu … namun tak jua terjelaskan apa ’satu rasa’ itu … padahal, jalan ini kususuri hampir setiap hari.

Kulemparkan pandangan ke sebuah gedung yang tampak megah di balik pagar itu. Gedung itu tempat mereka … yang menjadi tumpuan harapan rakyat kota ini, katanya, bekerja demi rakyat. Dahulu … sebelum kupijakkan kaki di kota ini, gambar gedung ini rasa-rasanya telah menjelaskan segalanya.

Tanganku masih menggenggam sesuatu yang diberikan seseorang yang seharusnya beroleh terima kasih tadi. Kuayunkan langkahku menuju pintu kecil pagar gedung itu yang tampak lebih terang oleh bias-bias sinar lampu yang menerangi halamannya. “Oh … ini brosur perjalanan wisata”, ujarku sembari membuka lipatan demi lipatan brosur itu. Beberapa tempat wisata yang tersohor dilengkapi gambar dan untaian kata yang melukiskan keindahannya. Entahlah … kubaca berulang, kutatap lekat gambar-gambar itu.

“Ini perjalanan yang menjanjikan keindahan … yang menghapus keraguan … setidaknya, ada ’setengah kepastian’ yang kan utuh hanya dengan ’satu pijakan’ di atas tanah-tanah itu.

Tapi …

Hidup adalah perjalanan yang … tak menjanjikan awal tanpa akhir … tak menjanjikan suka tanpa duka … tak menjanjikan memiliki tanpa kehilangan … tak menjanjikan tumbuh tanpa gugur … tak menjanjikan mekar tanpa layu … tak menjanjikan nyala tanpa padam …

Hidup adalah perjalanan yang … tak menjanjikan mimpi retas dalam nyata senantiasa …

Ia … tak pernah menjanjikan apapun … “

Kulipat kembali …

Kuayunkan langkahku, pelan …

“Tak ada yang harus menepati janjinya bukan?

… Berhenti menyalahkannya … “

© Copyright Fristian Shamsapéèl Griec

Leave a comment

Tag Cloud